Selasa, 25 Oktober 2011

TeenLit: Dear Dylan By Stephanie Zen

Judul Buku : Dear Dylan
Pengarang : Stephanie Zen
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Waktu Terbit : April 2008
Tebal : 328 halaman; 20 cm
SINOPSIS
“Moshing”
Penulis yang masih nggak berani juga mencoba bungee jumping (boro-boro deh, berenang yang pakai mencelupkan kepala ke air aja di takut!). Masih juga menganggap Shopie Kinsella, Meg Cabot, J. K. Rowling, dan Raditya Dika itu jenius. Masih tetap suka bengong selama setengah jam setelah bangun pagi. Masih suka mengoleksi sepatu. Dan beli baju. Dan tas. Piss yo!
Satu tahun setelah balik pacaran lagi, hubungan Dylan dan Alice masih adem ayem aja. Konflik-konflik kecil yang mereka alami paling-paling karena Dylan tukang ngaret dan Alice suka cemburu buta. Apalagi pas Dylan syuting video klip bersama model kondang, Regina.
Tunggu! Konflik kecil? Adanya Regina justru awal dari masalah Dylan dan Alice. Alice yang masih anak SmA jelas nggak pede banget kalau dibanding-bandingkan dengan Regina yang model. Mana mau Dylan yang vokalis band ngetop skillful terus pacaran dengan anak SMA kalau ada model cuantiiiik yang mau jadi pacarnya?
Dan masalah demi masalah terus menguji cinta Dylan dan Alice. Mulai dari persiapan pernikahan kakak Dylan, sampai ke pewristiwa Dylan memukul vokalis band lain dan kerusuhan yang menimpa konser skillful.
Gue kepikiran Alice. Nggak enak punya sesuatu yang disembunyikan dari dia, apalagi setelah dia terang-terangan bilang nggak suka pada sikap gue yang selalu nggakpernah cerita-cerita kalau ada masalah.
Tapi apa gue harus bikin dia sedih dengan membeberkan semua kata busuk Hugo di depan dia? Omongan Hugo terlalu kasar, dan gue nggak mungkin sanggup mengulangnya di depan Alice. ItuCuma akan bikin dia kepikiran, padahal sekarang dia mau ujian. Cukup sudah bikin dia khawatir dengan semua masalah Yopie kemarin, gue nggak mau bikin dia cemas gara-gara masalah Hugo ini lagi. Toh gue nggak sampai memukul Hugo dan masuk infotaiment seperti waktu itu.
Apa yang nggak Alice tahu nggak akan menyakitinya, kan?
Setelah melepas seat belt gue berdiri dari kursi, lalu ngulet-ngulet sedikit. Pesawat baru saja berhenti dengan sempurna di bandara Polania Medan, tapi Bang Budy sudah ribut supaya kami cepat turun. Kayak dikejar setam aja.
Gue jadi inget, dulu ada pengalaman yang kacau banget berhubungan dengan Bang Budy dan pesawat. Agak memalukan, malah. Bikin gue meringia sendiri kalau mengingatnya.
Jadi dulu, waktu mau promo tur album kedua di Banjarmasin, kami naik flight paling pagi dari Jakarta. Berhubungan flight-nya paling pagi, cukup banyak penumpang yang datang telat (tapi karena kami serombongan Priambudy Setiawan, jelas kami nggak masuk golongan penumpang yang ngaret itu. Malah, kami orang-orang pertama yang masuk ke pesawat). Nah, saat kami sudah duduk manis di dalam pesawat, penumpang-penumpang lain banyak yang namanya masih dipanggil melalui pengeras suara agar segera naik ke pesawat. Entah Bang Budy salah maka, nggak sabar lagi sampaike Banjarmasin, atau sudah habis kesabaran, dia tiba-tiba berdiri dari kursi dari kursinya dan berteriak pada semua pramugari, �Astaga, maskapai macam apa ini?! Kalau penumpang-penumpang bodoh itu terlambat, tinggal saja! Ini kan pesawat, bukan angkot yang lagi ngetem! Apa kalian kejar setoran?!�
Sumpah, muka gue, Ernest, Dudy, Dovan, Rey, dan kru Skillful saat itu sama sekali nggak ada bagus-bagusnya! Ekspresi kami terbagi antara maluuuuu banget, kepingin mati ditempat, dan sok-sok nggak kemal sama Bang Budy! Emang gila tuh orang! Manager band terkenal, tapi malu-malui! Hahahaha

CERPEN : Benci, Jodoh, Cinta

“Apa? Dijodohin?” ucapku kaget.
“Loh? Kok? Kamu kenapa sekaget itu deh? Bukannya minggu lalu kamu yang minta mas cariin jodoh?” Mas Reno malah balik bertanya dengan polosnya.
“Hm… Iya sih, tapi aku gak nyangka kalau secepat ini.” suaraku kembali melembut, aku mulai bisa mengendalikan emosiku. “Emang siapa Mas calonnya?” tanyaku penasaran.
“Teman mas waktu SMA.”
“Temen SMA? Aku kenal gak Mas? Anak rohisnya?”
Mas Reno tidak menjawab semua pertanyaanku, dia hanya diam dan tertawa meski aku memaksanya. “Udah, kamu shalat istikharah dulu gih sana, kalau ternyata dari istikharah kamu berkata iya, berarti perjodohan ini akan berlanjut pada pernikahan, tapi jika jawabannya tidak, ya cukup sampai di sini.”
“Tapi, tapi, aku mau tau dulu siapa calonnya, biar bisa di istikharah-in.”
“Justru ketika kamu sudah tau orangnya, istikharahnya bisa terganggu karena kamu akan menilai dari profil si ikhwannya juga, iya kan?”

***
Aku dan Mas Reno hanya selisih umur 2 tahun.  Aku bersekolah di sekolah yang sama dengan Mas Reno ketika aku SMA. Berarti kemungkinan terbesarnya aku mengenal ikhwan yang akan menjadi suamiku nanti, tapi siapa ya? Apa yang sering main ke rumah? Atau jangan-jangan… orang itu?  Argh… siapa pun orangnya asal bukan dia, aku terima.
Aku meminta waktu seminggu untuk shalat istikharah.  Di setiap malam-malam ku, aku mengakhirinya dengan shalat istikharah.  Berharap Allah menunjukkan jalan terbaiknya untukku.
Tapi, ini sudah hari ke enam, Allah masih belum memberikan satu pun tanda-tandanya.  Kalau nanti malam Allah tak memberikan jawaban juga, aku bingung akan bilang apa ke Mas Reno.

***
“Gimana de? Apa jawabannya?”
Aku mengangguk sebagai tanda persetujuanku.  Semalam aku bermimpi, aku mengenakan gaun pengantin dan menikah, meskipun aku tak bisa melihat siapa orang yang bersanding denganku.  Aku pikir ini adalah jawaban yang Allah berikan untukku.  Petunjuk terbaik-Nya.
“Barakallah,.. Ya udah, mas mau sms ikhwannya dulu.”

***
Ternyata, ikhwan yang dijodohkan denganku adalah orang itu, orang yang paling aku benci.  Entah kenapa aku sangat membencinya, mungkin karena kata-kata serta sikapnya yang selalu acuh padaku.
Aku sempat menolak keras perjodohan itu. Tapi, Mas Reno kembali mengingatkanku “Bukankah ini jawaban atas istikharahmu?”
Perjodohan itu akhirnya berujung pada pernikahan.  Ikhwan itu kini sah sebagai suamiku...

CERPEN : Ibuku Sahabatku

(Dimuat di Annida-Online)

Sahabat. Hanya tiga suku kata. Tidak lebih. Tapi, bagiku sahabat adalah segalanya. Tidak berlebihan bila aku menyebut sahabat ibarat kebutuhan pokok yang harus terpenuhi dalam kehidupannku. Kau tentu akan mengira aku lebay. Atau alay sekali pun. Namun, itulah kenyataannya. Hidupku tak berarti apa-apa tanpa kehadiran para sahabat. Walau, tak jarang aku harus tersakiti oleh sebuah persahabatan yang berujung penghianatan. Tapi satu keyakinan yang tak bisa aku pungkiri. Sahabat sejati itu pasti ada.
Hampir separuh kehidupanku diisi oleh sahabat. Ya, saat aku lemah. Sekarat! Mati Rasa! Seorang sahabat mampu membuat aku hidup kembali. Saat aku terlena karena aku bisa, sahabat yang datang menamparku hingga aku kembali terbangun. Aku harus jujur bercerita kepada kalian. Ada rahasia besar dalam hidupku yang sebenarnya tidak patut untuk kalian ketahui. Tapi, aku sudah tidak peduli. Persetan semuanya. Hatiku sudah terlalu sakit menahan impitan gejolak kekecewaan. Jiwaku sudah terlalu kerontang tanpa perhatian dan siraman kasih sayang. Ayah yang bijaksana? Ibu yang berhati permata? Ah, rasanya aku tidak pernah mengenal itu. Yang ada hanya ayah yang sampai sekarang aku tidak mengetahui masih hidup atau bukan.
Ayah, di mana dirimu? Masih adakah kau berpikir tentang aku? Anakmu, yang di dalam tubuhku mengalir darahmu. Aku masih ingat, Yah. Dulu, dulu sekali. Waktu aku masih terlalu bodoh untuk mengurai rumus-rumus kehidupan ini.
Saat itu matahari pagi masih hangat kurasakan. Aku bahagia, bila aku berhasil mencuri seteguk kopi yang khusus dibuatkan Ibu untukmu. Lalu kau memarahiku. Tapi aku tahu, kau tidak pernah marah padaku, Yah. Aku tahu kau begitu menyayangiku.

CERPEN : Pesan Dari Masa Depan

28 Februari 2010...
“Toni! Airnya jangan dibuang-buang!!!” terdengar sebuah seruan dari dalam rumah. Ibu. Beliau meneriakiku yang sedang main pistol-pistolan air dengan Rafa, sepupu kecilku.. Ah, masa bodohlah! Siapa peduli. Orang lagi seru main sama sepupu juga. Ibu geleng-geleng kepala melihat ulahku. Aku pun begitu. Semakin dilarang, aku semakin berniat menentangnya.
“Toniii!!! Kamu nggak dengar ya?! Ibu bilang apa?!!! Berhenti!!!” Hellooo!!! Aku muak! Kenapa sih, aku dilarang-larang main air. Semua warga bumi juga tahu, jumlah air kan unlimited. Belom lagi kalo kutub mencair. Jadi, kalopun aku mau main air sebanyak yang aku mau, itu nggak ada pengaruhnya.
“Sudah! Berhenti! Cepat masuk, ganti baju!” perintah ibu sambil menarikku dan menjewer telingaku. Ah! Sebal!!!
***
21 Januari 2050...
Itulah gambaranku 40 tahun yang lalu. Sekarang aku telah berumur 57 tahun. Dan aku menjadi satu-satunya orang tertua di dunia dan masuk Guinness World Record. Namun, walaupun aku berumur 57 tahun, keadaanku sangatlah berbeda dengan orang-orang yang seusia denganku saat 40 tahun yang lalu. Kini aku bertubuh sangatlah kurus. Kulitku penuh koreng dan pecah-pecah karena dehidrasi dan sinar uv matahari yang kini semakin membahayakan. Ginjalku sudah rusak. Hal ini dikarenakan aku hanya minum 1,5 gelas air perhari. Rambutku botak dan aku telah mengalami kebutaan. Aku sudah tak mempunyai istri. Istriku meninggal di umur 38 tahun. Sekarang, rata-rata angka kematian umum terjadi di umur 30 tahunan. Kini, aku hanya tinggal berdua dengan putri tunggalku, Sarah yang masih berumur 12 tahun.
Dahulu, rambut yang indah adalah kebanggaan semua perempuan. Namun kini, orang-orang di bumi harus mencukur habis rambut mereka untuk membersihkan kepala tanpa menggunakan air.
“Ayah, ini ayah. Handuknya sudah siap,” anak perempuanku, Sarah menyodorkan sebuah handuk basah kepadaku. Aku miris melihat nasib anakku. Tiap hari, ia bekerja untukku. Bekerja. Sekarang bekerja demi uang bukanlah hal yang dicari. Bekerja demi air. Semua orang sekarang bekerja hanya untuk sebotol air per harinya. Itulah gaji kami sekarang di tahun 2050.
Anakku Sarah, kemudian mengusapkan handuk basah tersebut ke sekujur tubuhku. Ya, sekarang kami mandi tidak memerlukan satu ember air ataupun sumur apalagi air ledeng. Kami semua sekarang mandi dengan selembar handuk basah yang diusapkan di sekujur tubuh kami.Aku menangis dalam kebutaanku. Walaupun aku tak dapat melihat, namun aku dapat merasakan kegersangan dimana-mana.
Aku teringat disaat aku berumur 5 tahun semua sangat berbeda, masih banyak pohon di hutan dan tanaman hijau di sekitar, setiap rumah punya halaman dan taman yang indah. Sekarang, sungai, danau, bendungan dan air bawah tanah semuanya telah tercemar atau sama sekali kering. Pemandangan sekitar yang terlihat hanyalah gurun-gurun pasir yang tandus.
Aku masih teringat perkataanku saat aku masih kecil dahulu

The Love of Siam

Film ini dirilis di Thailand pada tanggal 22 November 2007. Fakta bahwa garis cerita gay tidak terlihat dari materi promosi film ini awalnya menimbulkan kontroversi, tetapi film ini diterima dengan pujian kritis dan terbukti sukses secara finansial. Film ini dinominasikan untuk musim penghargaan film Thailand 2007, dan memenangkan kategori Film Terbaik dalam setiap acara besar.



Mew, seorang anak yang keras kepala, adalah tetangga dari Tong. Tong adalah seorang bocah energik yang tinggal beserta orangtua dan kakak perempuannya. Setelah secara tidak sengaja meludahkan sepotong permen karet ke atas rambut Mew, Tong berinisiatif untuk berteman dengan Mew namun sayang tidak berhasil. Di sekolah, Mew tengah dipojokkan oleh beberapa siswa lainnya dan tengah dilecehkan hingga Tong melangkah untuk membelanya. Tong pun terluka dan lantas meminta maaf kepada Mew atas insiden permen karet tersebut. Mew bersyukur atas pertolongan Tong dan menganggap bahwa kini mereka berdua impas. Keduanya lantas menjadi teman baik mulai dari saat itu.
Mew memainkan piano peninggalan kakeknya bersama-sama dengan neneknya, yang lantas mulai memainkan sebuah lagu. Mew lantaran menanyai neneknya mengenai alasan mengapa beliau sangat menyukai lagu tersebut dan neneknya lantas menjawab bahwa lagu tersebut biasa dimainkan oleh kakeknya untuknya. Hal tersebut merupakan cara beliau untuk mengungkapkan rasa cintanya kepadanya sembari menjelaskan bahwa suatu hari kelak, Mew akan dapat memahami makna dari lagu tersebut.
Suatu hari keluarga Tong berangkat ke Chiangmai dan kembali tanpa saudari Tong, Tang, dikarenakan ia ingin menginap bersama teman-temannya selama beberapa hari. Tong membawakan Mew sebuah hadiah dan memutuskan untuk memberikannya kepada Mew potongan demi potongan melalui sebuah permainan Berburu Harta Karun. Satu per satu, Mew menemukan keseluruhan potongan yang ada kecuali sebuah potongan terakhir yang disembunyikan di sebuah pohon. Pohon tersebut telah ditebang sebelum mew dapat mengambil potongan yang ada di sana dan mengakibatkan hadiah yang dibelikan oleh Ting menjadi tidak lengkap. Tong merasa kecewa atas kemalangan tersebut, namun Mew tetap menghargai usaha Tong. Tang menelepon ibunya dan berkata bahwa ia berencana untuk memperpanjang liburannya di Chiangmai hingga tanggal 24 Desember. Tong memperhatikan kalender dan menyadari bahwa Tang tidak akan pernah dapat menghadiri pemutaran drama Natal yang akan diperankan olehnya.
Selepas drama Natal, Tong menerima telepon dari orangtuanya yang menyuruhnya untuk tinggal bersama Mew dan neneknya. Setelah melewati malam Natal di rumah Mew, Tong terbangun diiringi dengan tatapan dari kedua orangnyatanya beserta Mew dan neneknya. Tong diberitahu bahwa kedua orangtuanya akan berangkat ke Chiangmai selama beberapa hari untuk mencari Tang. Tong dihantui oleh perasaan depresi hingga kepulangan orangtuanya, dan mendapati bahwa Tang mungkin saja hilang. Tong merasa hancur hati dan menangis di hadapan Mew, yang berupaya untuk menghibur temannya.
Bulan pun berlalu dan keluarga Tong memutuskan untuk pundah. Pada hari perpindahan, Tong mendapati Mew tengah duduk di birai dermaga. Tong mengucapkan salam perpisahannya dan lantas berangkat dengan mobil. Tong lantas menatap kebelakan dan mendapati Mew berjalan mengikuti laju mobil sebelum akhirnya berhenti dan menangis karena kehilangan teman terbaiknya.
Enam tahun pun berlalu. Kedua bocah ini pun dipertemukan kembali pada saat menduduki tahun terakhir mereka di Sekolah Menengah Atas Siam Square. Mew yang berbakat dalam musik kini menjadi seorang pimpinan boy band yang bernama August. Tong telah memiliki seorang kekasih yang cantik, Donut. Pertemuan tersebut membangkitkan kembali kenangan lama yang telah dipendam oleh Mew semenjak masa kanak-kanak, rasa cintanya kepada Tong.
Sementara, band Mew, memiliki seorang manajer baru, June. Parasnya terlihat sama persis seperti saudari Tong yang telah lama hilang, Tang. Setelah berjumpa dengan June, Tong dan ibunya, Sunee, menyusun sebuah rencana untuk membayar June untuk berpura-pura menjadi Tang, dengan harapan hal tersebut akan menolong ayah Tong untuk keluar dari keterikatan depresi alkoholnya. "Tang" mengarang sebuah cerita berdasarkan sebuah film Thai berjudul 'Ruk Jung', dengan mengaku bahwa ia terkena amnesia, itulah sebabnya ia telah melupakan tatacara mengucapkan doa makan Katolik yang biasa dilakukan oleh keluarga mereka.
Mew juga menjadi objek dari cinta bertepuk-sebelah-tangan dari gadis tetangganya, Ying. Sayangnya, Mew memiliki perasaan yang kuat terhadap Tong, yang teah menjadi sumber inspirasinya untuk menulis sebuah lagu baru. Sang manajer, sama halnya dengan keseluruhan anggota band yang lain, merasa terkesan dengan gubahan Mew tersebut.
Kedua remaja tersebut berciuman di pekarangan rumah Tong di satu malam selepas pesta yang diadakan untuk merayakan kepulangan "Tang". Sebelumnya Tong juga pernah menghabiskan semalam bersama dengan mew, yang mana telah mengakibatkan ibunya menjadi khawatir.
Pada hari Natal, seiring Tong dan ibunya merangkai hiasan pohon Natal, mereka mengadakan pembicaraan hati ke hati mengenai pilihan yang harus diambil, dan Tong meminta kepada ibunya untuk mengijinkannya untuk menentukan pilihannya sendiri.
Tong lantas bergegas menuju ke Siam Square untuk menghadiri kencannya dengan Donut. Sementara band Mew tengah berpentas tak jauh dari sana, Tong lantas mencampakkan Donut dan mengatakan kepadanya bahwa ia tidak dapat bersama dengannya. Ia lantas bergegas untuk melihat pertunjukan Mew dan dituntun oleh Ying, yang mana telah menerima kenyataan bahwa Mew mencintai tong. Setelah pentas, Tong memberikan Mew sebuah hadiah, potongan hidung dari boneka kayu yang telah diberikan oleh Tong kepadanya semasa mereka kecil. Namun, Tong berkata kepada Mew bahwa ia tidak dapat menjadi kekasih Mew namun itu tidak berarti bahwa ia tidak mencintai Mew.
Film ini berakhir dengan Mew menaruh potongan hidung yang hilang dari boneka kayu tersebut, sembari berkata "terima kasih" dan menangis dalam keheningan.

Pemain:
  • Witwisit Hiranyawongkul sebagai Mew

  • Mario Maurer sebagai Tong

  • Kanya Rattanapetch sebagai Ying

  • Aticha Pongsilpipat sebagai Donut

  • Chermarn Boonyasak sebagai Tang/June
  • Sinjai Plengpanich sebagai Sunee, Tong's mother
  • Songsit Rungnopakunsri sebagai Korn, Tong's father

Jirayu Laongmanee


Nickname: Kao
Profession: Actor/Singer/Student
Date of birth: October 29, 1995
Birthplace: Rayong, Thailand
Height: 178cm
Hobbies: Playing Soccer and Guitar
Education: Amattayakul School
 


 
Filmography :
Actor :
- 2011 SuckSeed: Huay Khan Thep
- 2011 Love Julinsee
- 2009 Phobia 2
- 2008 BitterSweet BoydPod The Short Film
- 2007 The Love of Siam
- 2007 The Legend of Naresuan: Part 2
- 2007 Legend of King Naresuan: Hostage of Hongsawadi
Dramas and Appearances:

Phin Prai (ch.7/2001)
Pee Kee Ngow (ch.7/2003) as Peenoi/Hunsa
Luangta (ch.3)
Thep Sarm Reudoo (ch.7/2003)
Tevada Dern Din (ch.3)
Mae Liang Khon Mai (ch.3)
Puen Ruk (ch.3)
Baan See Kao Gub Dao Duang Derm (ch. ITV)
Hoob Kao Gin Kon (ch.3)
Deurn Deurd (ch.7/2004) as Namyen
Fah Krajaang Dao (ch.7/2005) as Santhi
Kru Wai Jai Rai (ch.3)
Jao Noo Taekwando (ch.3)
Robot Noi Huajai Petch (ch.7)
Plaew Fai Nai Fhun (2006) (ch.7)
Kaew Ta Pee (ch.3/2006) as Amaj
Sroy Saeng Jan (ch.3/2007) as Moo Ouan
Prik Tai Gub Bai Kao (ch.3/2008) as young Baikao
Sood Tae Jai Ja Kwai Kwa (ch.3/2008) as Pornwut
Gae Roy Ruk (ch.3/2008) as Plienfah
Goh Mahassajan (ch.7/2008) as Pom
Mae Ka Khanom Wan (ch.3/2009) as Tongyod
Sampas Pissawong (ch.3/2009) guest appearance
Pee Suer Lae Dok Mai (TV Thai/2010) as Hooyun
Nong Mai Rai Borisut (ch.3/2010) guest appearance
Ku Kaen San Ruk (ch.7/in production)

Blogger templates